Jakarta, (Analisa). Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati menilai,
langkah Bank Indonesia untuk memberikan ruang pelemahan nilai tukar rupiah
secara terukur guna menurunkan defisit transaksi berjalan dinilai dapat
bersifat kontraproduktif jika tidak dilakukan dengan hati-hati.
"Kebijakan depresiasi rupiah digunakan untuk
mengendalikan impor dan meningkatkan ekspor, tetapi yang perlu diperhatikan
adalah biaya produksi komoditas ekspor yang tinggi karena komponennya
diimpor," kata Enny Sri Hartati saat dihubungi di Jakarta, Selasa
(9/10).
Menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu, kebijakan pelemahan nilai tukar rupiah dimaksudkan untuk mengendalikan impor yang tinggi dan membantu meningkatkan ekspor Indonesia yang berada di level negatif. "Kebijakan BI itu sebenarnya bisa membuat harga komoditas Indonesia lebih kompetitif di pasar global sehingga diharapkan bisa meningkatkan ekspor," kata dia. Namun dia juga menjelaskan defisit transaksi berjalan saat ini juga disebabkan oleh neraca impor dan ekspor yang tidak seimbang. "Ada peningkatan impor yang jumlahnya lebih besar dari ekspor, yang memang sedang mengalami penurunan," kata dia. Selain karena disebabkan oleh perekonomian dunia yang merosot dan daya saing yang menurun, negara juga tak mampu mengatasi biaya produksi yang tinggi. "Depresiasi jadi tidak efektif karena harga barang industri masih memiliki komponen impor yang sangat tinggi sehingga biaya produksinya meningkat," kata dia. Meski neraca modal perdagangan masih cukup bagus, Enny berpendapat defisit transaksi berjalan yang terjadi memperlihatkan adanya peningkatan impor yang luar biasa. "Impor luar biasa pada barang konsumsi dan pangan meningkat tinggi, begitu pula pada barang baku dan modal," kata dia. Peningkatan impor tersebut, lanjut dia, seharusnya bisa ditekan agar nilai neraca berjalan menjadi positif. Sebelumnya BI menyatakan akan menempuh berbagai langkah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan, salah satunya adalah dengan depresiasi rupiah. Selain kebijakan itu, BI juga tetap memperkuat operasi moneter untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian likuiditas, kebijakan makroprudential untuk pengelolaan pertumbuhan kredit, serta memperkuat implementasi kebijakan loan to value (LTV). (Ant)
Analisa :
Dari artikel diatas dapat kita lihat bahwa penurunan nilai
rupiah yang dilakukan oleh Direktur Institute for Development of Economics
and Finance ditujukan untuk dapat meninggikan nilai ekspor dan menurunkan
komoditas impor, terdapat sisi positif dan negatif atas keputusan yang
diambil oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance.
Kalau kita teliti lagi penurunan nilai rupiah akan berdampak
kepada para investor dan perusahaan-perusahaan dalam negeri yang bermain
dengan nilai dollar, dimana dollar semakin menguat sedangkan rupiah semakin
melemah, dimana rata-rata perhitungan 1 dollar saat ini adalah 9.500 rupiah.
Sedangkan apabila kita lihat dari sisi positifnya memang mungkin akan
menaikan nilai ekspor dan menurunkan impor, akan tetapi benar seperti apa
yang dikatakan Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati langkah Bank Indonesia untuk
memberikan ruang pelemahan nilai tukar rupiah secara terukur guna menurunkan
defisit transaksi berjalan dinilai dapat bersifat kontraproduktif jika tidak
dilakukan dengan hati-hati, karena biaya produksi untuk untuk ekspor itu
sendiri membutuhkan barang yang komponennya di impor.
Oleh karena itu bila pertumbuhan Indonesia tidak menginginkan
disisi defisit secara terus-menurus, mulai saat ini olah lah SDM yang
berkualitas, yang dapat mengolah segala yang tertanam di bumi Negara kita ini
agar dapat lebih sedikit menggunakan barang yang di impor oleh luar negeri.
Sumber :
|
Minggu, 28 Oktober 2012
Pengamat: Pelemahan Rupiah Dapat Bersifat Kontraproduktif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar