Etika berasal dari bahasa yunani
yaitu ethikos yang berarti timbul dari kebisasaan. Etika merupakan sebuah
sesuatu dimana cabang utama yang memperlajari suatu nilai atau kualitas yang
menjadi pelajaran mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis
dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
Etika bermula bila manusia mencerminkan bentuk etis dalam pendapat-pendapat spontan. Karena pendapat seseorang sering berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika dalam mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Profesi akuntan telah ada sejak abad ke-15, di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Etika bermula bila manusia mencerminkan bentuk etis dalam pendapat-pendapat spontan. Karena pendapat seseorang sering berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika dalam mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Profesi akuntan telah ada sejak abad ke-15, di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Perkembangan
profesi dunia akuntansi semakin jelas sesuai dengan perjalanan zaman menurut
keadaan atau situasi pada masa itu ,dengan etika profesi akuntansi yang dapat
digolongkan menjadi 4 bagian dalam setiap kurun waktu.
1. Pra Revolusi Industri
Sebelum
revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika
ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang
dapat disamakan dengan fungsi pemeriksaan.
Misalnya
di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan
independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar
dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian
laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut jelas sudah terdapat fungsi audit dimana pemeriksaan dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini adalah untuk membuat dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini adalah hanya pemilik dana.
2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana
pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya
untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun karena
munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan
modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi
bersifat massal.
Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap pemeriksaan yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.
Umumnya pihak yang ditunjuk adalah pihak yang bebas dari pengaruh kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau sekarang dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan pemeriksaan pada masa ini adalah pemilik dan kreditur.
Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diperlukan adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi
3. Masa revolusi Tahun 1900 – 1930
Sejak
tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar baru dan pihak-pihak lain
yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini
menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai
menggunakan pemeriksaan secara testing/ pengujian karena semakin baiknya sistem
akuntansi/ administrasi pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya
untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan
Laba Rugi tetapi juga untuk menentukan kewajaran laporan keuangan.
Pada masa ini yang membutuhkan jasa pemeriksaan bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam menentukan besarnya pajak.
4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak
tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan
sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik.
Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang
masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling).
Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan
Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu:
pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok
lainnya seperti peneliti, akademisi dan lain-lain.
Peran
besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan
keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini
menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan hukum tentang perusahaan Amerika yang
menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya
oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan
bersertifikat).
Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan berita terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar mengira bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa lalu hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya.
Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini membuat dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada saat itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih mendapat cacian dari berbagai kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya adalah dengan mematuhi kode etik akuntan.
Perkembangan Profesi Akuntan di
Indonesia
Perkembangan
profesi akuntan di Indonesia menurut Olson dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama
masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan adalah
akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu
pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata buku diberikan
secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan
akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.
2.
Periode
Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan
mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode
yaitu:
- Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada
periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat
bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya
persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat
dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para ahli untuk mencapai
perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan. Sudah tentu mereka hendak
menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan
bantuan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang
tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja
sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
- Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah
adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan,
ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban
karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan namun
perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan
ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara
meminta bantuan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas nama
Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan
pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal
“membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa
akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
- Periode III [tahun 1973 – 1979]
M.
Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989
menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi
Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu
kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam
kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember
1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan
badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik
Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik memiliki perangkatnya
sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap
profesi akuntan publik akan menjadi lembaga penunjang yang handal dan dapat
dipercaya bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.
Pada
akhir tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor
52/1976, menetapkan pasar modal yang pertama kali sejak memasuki masa Orde
Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan
publik meningkat pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang
ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga
menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan
publik.
Menurut
Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia”
yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa
profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa
catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau
memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Untuk
lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei
1978 dibentuk Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah seksi akuntan
manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar
Lumban Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang
berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:
- Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
- Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
- Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
Kesepakatan
ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa
laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan akuntan publik dan mengikuti
PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan tersebut adalah untuk merangsang
wajib pajak menggunakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan
publik, dengan memberikan keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh
pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan
nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian bagi
akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
- Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode
ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket
27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan pemerintah masih ada akuntan publik
tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik
melakukan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara
bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada
pula akuntan publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang
diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
- Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode
ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan
termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul
dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam
kongres ke V tahun 1986.
Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen
pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu
dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain
mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan
akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu;
kewajiban pelaporan berkala (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi
izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada
individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan
kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada
akuntan asing.
Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
- Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
- Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
- Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
- Mengusahakan agar staf KAP asing yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
- Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun
1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis
dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek melalui Bursa yang telah
menentukan bahwa:
- Untuk melakukan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
- Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
- Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
- Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam
periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan
berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian,
masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan
akademisi.
Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
- Tumbuhnya pasar modal
- Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
- Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
- Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomianPada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.
- Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan, kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan, kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit. Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi akuntansi.
- Peluang profesi akuntansi sangat besar. Akuntan dapat bekerja disemua sector perekonomian, apalagi bagi mereka yang menguasai IFRS dengan baik.
- Terbukanya kesempatan bagi akuntan untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik
- Pertumbuhan Akuntan Publik relative lambat.
- Struktur usia Akuntan Publik sekarang yang lebih dari 50 tahun sebanyak 64%, sehingga kemungkinan terjadi penurunan Akuntan Publik secara signifikan dalam 5 atau 10 tahun ke depan.
- Kebutuhan jasa Akuntan Publik semakin meningkat
- Penerapan IFRS (International Financial Reporting Strandard dan ISA (International Strandard on Auditing) di Indonesia pada tahun 2011-2012, merupakan peluang dan tantangan bagi profesi Akuntan dan Akuntan Publik.